Ajakan untuk kembali ke akar budaya dan etika lingkungan dalam sistem pendidikan
JAKARTA – Pendidikan yang baik tidak cukup hanya mengajarkan ilmu dan keterampilan. Pendidikan harus membentuk manusia secara utuh, dari karakter hingga kesadaran spiritual.
Hal itu disampaikan cendekiawan Prof. Dr. Yudi Latif, MA dalam diskusi panel bertajuk “Membangun Kurikulum Etika Lingkungan dan Pembelajaran Mendalam Berbasis SDGs: Integrasi Filsafat, Nilai Kebangsaan, dan Kebijakan Berkelanjutan di Sekolah”. yang digelar di Invinity Hall Sekolah Bakti Mulya (BM) 400 Cibubur, Kamis (10/7/2025) dan dihadiri oleh lebih dari 350 guru dari Jakarta dan sekitarnya.
Ia menegaskan, pendidikan sejati bukan hanya soal skor ujian atau hasil akademik. “Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Bukan hanya pengajaran kognitif,” ujar Yudi.
Menurut Yudi, pendidikan yang baik harus menyatu dengan kebudayaan. Ia mengingatkan bahwa manusia belajar bukan hanya lewat insting seperti binatang, tetapi lewat budaya. “Budaya adalah jembatan yang memaknai hidup,” tegasnya.
Empat Nilai, Satu Akar
Yudi menyebutkan empat nilai dasar yang seharusnya menjadi isi pendidikan: nilai etis (baik dan buruk), nilai logis (benar dan salah), nilai estetis (pantas dan tidak), serta nilai pragmatis (manfaat dan mudarat).
Keempat nilai itu, kata Yudi, diikat oleh akar yang sama: spiritualitas.
“Tanpa spiritualitas, peradaban kita rapuh. Teknologi dan ilmu tak akan membawa manfaat bila nilai-nilai hilang,” ujarnya.
Yudi mengutip pandangan Arnold Toynbee. Dalam peradaban, sains dan teknologi hanyalah lapisan terluar. Di bawahnya ada estetika, kemudian etika, dan di paling dalam ada spiritualitas.
Pendidikan Adalah Pohon
Dalam paparannya, Yudi menggambarkan pendidikan seperti pohon. Akarnya adalah karakter. Batangnya ilmu. Cabangnya keterampilan. Buahnya adalah kreativitas dan inovasi.
Karena itu, pendidikan dasar seperti PAUD dan SD seharusnya fokus pada membentuk karakter. “Anak-anak perlu ditanamkan nilai-nilai dasar kemanusiaan sejak dini,” katanya.
Baru di jenjang berikutnya, mereka diperkenalkan pada ilmu pengetahuan dan keahlian. Yudi mengingatkan agar sistem pendidikan tidak melompat ke hasil tanpa membangun akar yang kuat.
Kritik Terhadap Sistem Nilai Sekolah
Yudi menyoroti sistem penilaian di sekolah yang terlalu bergantung pada angka dan ujian pilihan ganda. Menurutnya, ini bertentangan dengan prinsip deep learning.
“Deep learning itu menekankan proses, bukan sekadar hasil. Skor tidak bisa mengukur nilai estetis, etis, dan spiritual,” tegasnya.
Baca juga : Rocky Gerung: “Setiap Pohon adalah Sungai”
Ia mengajak semua pihak, terutama sekolah, untuk mulai menilai anak-anak secara lebih utuh, tidak hanya dari nilai rapor.
Pelajaran dari Sebatang Pohon
Yudi juga berbagi kisah saat anaknya bersekolah di Australia. Ketika sebuah pohon tua di dekat sekolah harus ditebang, pihak sekolah mengajak siswa menyampaikan “selamat jalan” kepada pohon itu.
“Setiap anak bahkan membawa pulang potongan kecil kayu dari pohon itu sebagai kenangan,” katanya.
Menurut Yudi, itu adalah contoh pendidikan lingkungan yang menyentuh hati. Anak-anak tidak hanya belajar tentang pohon secara ilmiah, tapi juga membangun ikatan emosional dan etika dengan alam.
Ajak Pendidikan Kembali ke Akar
Di akhir sesi, Yudi mengajak dunia pendidikan untuk kembali pada akar. Ia menyebutkan tiga hubungan penting dalam Islam: hablum minallah (relasi dengan Tuhan), hablum minannas (dengan manusia), dan hablum minal ‘alam (dengan alam).
“Ketiganya harus ada dalam sistem pendidikan kita,” ujarnya.
Pendidikan, menurutnya, harus menumbuhkan manusia yang tidak hanya cerdas, tapi juga bijaksana dan peduli lingkungan.